Selasa, 03 Maret 2015

TAZKIYATUN-NUFUS Halaqoh #008



TAZKIYATUN-NUFUS
Halaqoh #008
Bab 2: Keutamaan Ilmu dan Ulama #1
🔗Keutamaan Ilmu bagian 1
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
الْحَمْدُ ِللهِ وَالصَّلاَةُ  وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ  وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِالْهُدَى إِلىَ يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Ikhwani wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullahu jami’an, alhamdulillah, pada halaqoh yang ke delapan ini   in Syā Allāh Ta'āla  kita masuk pada bab yang kedua, bab Keutamaan Ilmu dan Ulama.
Pada bab ini tentu akan diterangkan tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan para ulama.
Berkata Syaikh DR Akhmad Farid, "Apakah itu Ilmu ? Ilmu adalah yang tegak diatas dalil. Dan ilmu yang dimaksud adalah ilmu Al-Qur'an dan Sunnah yang dipahami dengan pemahaman salaful ummah".
Karena sejatinya ilmu adalah firman Allāh, sabda Rosulullah dan juga perkataan para sahabat. Tiga hal inilah yang menjadi rujukan di dalam kita mencari ilmu syar'i yang harus kita pelajari.
Adapun tentang keutamaannya, berkata Syaikh, "Disebutkan dalam al-Qur'an, diantaranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla: QS Al-Mujaadalah ayat 11:
.......يَرْفَعِ الله الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.......
"Niscaya Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat".
Setelah Allāh Subhānahu wa Ta'āla melihat hati hamba-hambanya, kemudian Allāh memilih diantara hambaNya untuk beriman, karena hati mereka siap untuk mendapatkan iman, hidayah, Allāh tinggikan mereka derajatnya.  Dan diantara orang-orang yang beriman Allāh pilih kembali untuk menjadi orang-orang yang berilmu, mengemban agama ini. Sehingga menjadi orang yang berilmu adalah pilihan, kebaikan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dalam ayat yang lain juga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan tentang keutamaan orang yang berilmu ini: QS Azzumar ayat 9
.......قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ.......
"Katakanlah, apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ?"
Tentu jawabannya adalah tidak sama, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Karena sangat bisa dipahami bahwa sangat berbeda antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Hal ini sebagaimana yang  dituturkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam :
........ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ .........
"Keutamaan orang yang berilmu diatas ahli ibadah, seperti keutamaanku diatas orang yang rendahan diantara kalian, yakni para sahabat".
Tentu ini adalah kemuliaan, dan ini adalah kedudukan yang mulia. Bagaimana tidak ?, Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, sampai Nabi mengatakan kedudukannya seperti kemuliaannya diatas ahli ibadah, seperti kemuliaan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, diatas orang yang rendahan diantara para sahabat.
Adapun dalam berita riwayat yang shohih, akan keutamaan ilmu, diantaranya sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
..........وَمَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barang siapa yang Allāh kehendaki kepadanya kebaikan, maka Allāh akan pahamkan ia agama".
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim).
Jadi orang yang paham terhadap die/ faqih, faqih dalam artian: dia faqqih mengetahui hukum-hukum fiqih, mengetahui ahkamusy-syariah. Atau faqqih dalam arti lebih dari ini. Sebagaimana ucapan Abu Darda:
من فقه العبد أن يعلم نزغات الشيطان آنى تأتيه
"Diantara kedalaman pemahaman seorang hamba, adalah mengetahui bisikan-bisikan syaiton, kapanpun datangnya".
Ini dikatakan oleh sahabat yang mulia Abu Darda  radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu sebagai kedalaman pemahaman seorang hamba dalam agamanya. Sehingga fiqih fiddin, kaitannya dengan fiqih ahkamusy-syariah, hukum-hukum syariah juga yang lainnya. Itu juga dikatakan sebagai faqih.
Kalau kita simak hadits yang pertama tadi, "Barang siapa yang Allāh menghendaki kebaikan baginya, maka Allāh akan fahamkan ia agama". Ini sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Bin Baz rahimahullāhu Ta'āla , beliau mengatakan:
الذي لا يتعلم ولا يتفقه ما أراد الله به خيرا
"Orang yang tidak belajar dan tidak mau menuntut ilmu, tidak mau bertafaqquh fiddin, berarti dia tidak diinginkan kebaikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Diantara keutamaan ilmu yang lainnya, sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
......... مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
"Barang siapa yang meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allāh akan mudahkan baginya jalan menuju surga".
(HR. Muslim dan yang lainnya.)
Makna meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu, disebutkan oleh Syaikh itu ada dua:
a). Meniti jalan dalam arti haqiqi, yaitu berjalan kaki menuju ke majelis-majelis orang-orang yang berilmu.
b). Meniti jalan dalam arti maknawiyah yang mengantarkan kepada dasar-dasar ilmu, seperti menghapal dan mempelajarinya.
Dan diantara makna "maka Allāh mudahkan baginya jalan menuju surga" adalah, Allāh Subhānahu wa Ta'āla memudahkan baginya ilmu yang dia tuntut, sehingga dia menempuh jalannya dan Allāh mudahkan baginya, karena sesungguhnya ilmu adalah jalan menuju surga.
Adakah penuntut ilmu, sehingga dia akan ditolong atasnya. Dengan ilmunya ia akan ditolong menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Keutamaan yang begitu besar, bagi orang-orang yang berilmu, bagi orang-orang yang menuntut ilmu, karena dengan ilmunya dia berjalan menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Makna yang kedua, jalan menuju surga pada hari kiamat, yaitu sirath, baik sebelum sirath ataupun sesudah sirath. Dan ilmu itu mengantarkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla melalui jalan yang terdekat. Maka barang siapa yang meniti jalan menuntut ilmu, maka ia akan sampai kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, akan sampai pula ke surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla, melalui jalan yang terdekat.
Ilmu juga adalah petunjuk yang menunjuki manusia, yang menunjuki orang yang menuntut ilmu tadi, yang mempelajarinya, yang menkajinya di dalam kegelapan jahil, kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam berfikir atau syubhat, dan kegelapan keragu-raguan., karena ini adalah semuanya kegelapan. Karena orang yang jahil, dia akan rancu dalam berfikir, mengira bahwa dalam ayat satu dengan ayat lainnya terjadi kontradiksi, karena kejahilannya, kedangkalan ilmunya, sehingga menganggap seolah-olah ada kontradiksi dalam firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Karena kedangkalan dalam masalah agama, menganggap seolah-olah ada kontradiksi antara al-Qur'an dan hadits-hadits yang shohih, sehingga naudzubillah sampai akhirnya menolak hadits yang shohih karena dianggap kontradiksi dengan al-Qur'an. Dan ini adalah karena kejahilan, maka dia harus belajar. Karena kejahilannya ini mengantarkan kepada kerancuan dalam berfikir. Justru mendewakan akalnya, tidak tunduk terhadap dalil, tidak tunduk terhadap firman Allāh dan tidak tunduk terhadap sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Karena sejatinya kita diberi akal oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah terbatas, akan mampu menjangkau pada hal-hal memang yang dimampuhi oleh akal ini, dan tidak akan mampu menjangkau pada hal-hal yang memang akal tidak mampu. Sehingga kita dibarengi dalam menuntut ilmu itu dengan kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Karena akal ibarat mata dan mata tidak akan mampu melihat tanpa cayaha, dan kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah cahaya. Ilmu adalah cahaya, sehingga mata mampu melihat karena ada pantulan cahaya, pantulan ilmu kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menamakan kitabnya al-Qur'an dengan nama Nuur, yaitu cahaya, karena cahaya itu memberi petunjuk, menerangi dari kegelapan, dari kegelapan yang tadi disebutkan oleh Syaikh yaitu kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam berfikir dan kegelapan keragu-raguan.
Demikian pula karena kegelapan keraguan, yaitu kegelapan karena kejahilannya dalam masalah ilmu sehingga dia ragu, ragu dalam perkara akhirat, ragu dalam masalah pahala, ragu dalam masalah benar, salah, ragu dalam masalah haq dan bathil. Hal ini adalah karena kejahilannya, maka harus ditopang dengan ilmu yang shohih, kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sesuai dengan pemahaman sahabat, sesuai dengan pemahaman para salaful ummah. Mereka orang-orang yang dididik langsung oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, yang belajar langsung bersama guru yang terbaik Nabi Mahammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikian semoga berfaedah dan bermanfaat.
آخر دعوانا أن الحمد الله ربّ العالمين
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  
Disalin oleh Tim Transkrip
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
️Madrasah Ahlussunnah Waljama'ah Li I'dad Du'at Desa Bener, Kec. Tengaran, Kab. Semarang

0 komentar:

Posting Komentar