TAZKIYATUN-NUFUS
Halaqoh #008
Bab 2: Keutamaan Ilmu dan Ulama #1
🔗Keutamaan Ilmu bagian 1
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
Halaqoh #008
Bab 2: Keutamaan Ilmu dan Ulama #1
🔗Keutamaan Ilmu bagian 1
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ
الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
الْحَمْدُ ِللهِ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى اَلِهِ
وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِالْهُدَى إِلىَ يَوْمِ القيامة، أَمَّا
بَعْدُ:
Ikhwani wa akhawati fillah rohimani
wa rohimakumullahu jami’an, alhamdulillah, pada halaqoh yang ke delapan
ini in Syā Allāh Ta'āla kita masuk pada bab yang
kedua, bab Keutamaan Ilmu dan Ulama.
Pada
bab ini tentu akan diterangkan tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan para ulama.
Berkata
Syaikh DR Akhmad Farid, "Apakah itu Ilmu ? Ilmu adalah yang tegak diatas
dalil. Dan ilmu yang dimaksud adalah ilmu Al-Qur'an dan Sunnah yang dipahami
dengan pemahaman salaful ummah".
Karena
sejatinya ilmu adalah firman Allāh, sabda Rosulullah dan juga perkataan para
sahabat. Tiga hal inilah yang menjadi rujukan di dalam kita mencari ilmu syar'i
yang harus kita pelajari.
Adapun
tentang keutamaannya, berkata Syaikh, "Disebutkan dalam al-Qur'an,
diantaranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla: QS Al-Mujaadalah ayat 11:
.......يَرْفَعِ الله الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.......
.......يَرْفَعِ الله الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.......
"Niscaya Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat".
Setelah
Allāh Subhānahu wa Ta'āla melihat hati hamba-hambanya, kemudian Allāh memilih
diantara hambaNya untuk beriman, karena hati mereka siap untuk mendapatkan
iman, hidayah, Allāh tinggikan mereka derajatnya. Dan diantara
orang-orang yang beriman Allāh pilih kembali untuk menjadi orang-orang yang
berilmu, mengemban agama ini. Sehingga menjadi orang yang berilmu adalah
pilihan, kebaikan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dalam
ayat yang lain juga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan tentang keutamaan
orang yang berilmu ini: QS Azzumar ayat 9
.......قُلْ
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ.......
"Katakanlah, apakah sama orang yang berilmu dengan orang
yang tidak berilmu ?"
Tentu
jawabannya adalah tidak sama, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang tidak
membutuhkan jawaban. Karena sangat bisa dipahami bahwa sangat berbeda antara
orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Hal ini sebagaimana
yang dituturkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam :
........ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ .........
........ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ .........
"Keutamaan orang yang berilmu
diatas ahli ibadah, seperti keutamaanku diatas orang yang rendahan diantara
kalian, yakni para sahabat".
Tentu
ini adalah kemuliaan, dan ini adalah kedudukan yang mulia. Bagaimana tidak ?,
Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu,
sampai Nabi mengatakan kedudukannya seperti kemuliaannya diatas ahli ibadah,
seperti kemuliaan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, diatas orang yang
rendahan diantara para sahabat.
Adapun
dalam berita riwayat yang shohih, akan keutamaan ilmu, diantaranya sabda
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
..........وَمَنْ
يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barang siapa yang Allāh kehendaki kepadanya kebaikan, maka
Allāh akan pahamkan ia agama".
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim).
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim).
Jadi
orang yang paham terhadap die/ faqih, faqih dalam artian: dia faqqih mengetahui
hukum-hukum fiqih, mengetahui ahkamusy-syariah. Atau faqqih dalam arti lebih
dari ini. Sebagaimana ucapan Abu Darda:
من
فقه العبد أن يعلم نزغات الشيطان آنى تأتيه
"Diantara kedalaman pemahaman seorang hamba, adalah mengetahui
bisikan-bisikan syaiton, kapanpun datangnya".
Ini
dikatakan oleh sahabat yang mulia Abu Darda radhiyallāhu Ta'ālā
'anhu sebagai kedalaman pemahaman seorang hamba dalam agamanya. Sehingga fiqih
fiddin, kaitannya dengan fiqih ahkamusy-syariah, hukum-hukum syariah juga yang
lainnya. Itu juga dikatakan sebagai faqih.
Kalau
kita simak hadits yang pertama tadi, "Barang siapa yang Allāh menghendaki
kebaikan baginya, maka Allāh akan fahamkan ia agama". Ini sebagaimana
diungkapkan oleh Syaikh Bin Baz rahimahullāhu Ta'āla , beliau mengatakan:
الذي لا يتعلم ولا يتفقه ما أراد الله به خيرا
الذي لا يتعلم ولا يتفقه ما أراد الله به خيرا
"Orang yang tidak belajar dan tidak mau menuntut ilmu,
tidak mau bertafaqquh fiddin, berarti dia tidak diinginkan kebaikan oleh Allāh
Subhānahu wa Ta'āla.
Diantara
keutamaan ilmu yang lainnya, sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
......... مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
"Barang siapa yang meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu,
maka Allāh akan mudahkan baginya jalan menuju surga".
(HR. Muslim dan yang lainnya.)
(HR. Muslim dan yang lainnya.)
Makna
meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu, disebutkan oleh Syaikh itu ada dua:
a). Meniti jalan dalam arti haqiqi, yaitu berjalan kaki menuju ke majelis-majelis orang-orang yang berilmu.
b). Meniti jalan dalam arti maknawiyah yang mengantarkan kepada dasar-dasar ilmu, seperti menghapal dan mempelajarinya.
a). Meniti jalan dalam arti haqiqi, yaitu berjalan kaki menuju ke majelis-majelis orang-orang yang berilmu.
b). Meniti jalan dalam arti maknawiyah yang mengantarkan kepada dasar-dasar ilmu, seperti menghapal dan mempelajarinya.
Dan
diantara makna "maka Allāh mudahkan baginya jalan menuju surga"
adalah, Allāh Subhānahu wa Ta'āla memudahkan baginya ilmu yang dia tuntut, sehingga
dia menempuh jalannya dan Allāh mudahkan baginya, karena sesungguhnya ilmu
adalah jalan menuju surga.
Adakah
penuntut ilmu, sehingga dia akan ditolong atasnya. Dengan ilmunya ia akan
ditolong menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Keutamaan
yang begitu besar, bagi orang-orang yang berilmu, bagi orang-orang yang
menuntut ilmu, karena dengan ilmunya dia berjalan menuju surga Allāh Subhānahu
wa Ta'āla.
Makna
yang kedua, jalan menuju surga pada hari kiamat, yaitu sirath, baik sebelum
sirath ataupun sesudah sirath. Dan ilmu itu mengantarkan kepada Allāh Subhānahu
wa Ta'āla melalui jalan yang terdekat. Maka barang siapa yang meniti jalan
menuntut ilmu, maka ia akan sampai kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, akan
sampai pula ke surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla, melalui jalan yang terdekat.
Ilmu
juga adalah petunjuk yang menunjuki manusia, yang menunjuki orang yang menuntut
ilmu tadi, yang mempelajarinya, yang menkajinya di dalam kegelapan jahil,
kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam berfikir atau syubhat, dan
kegelapan keragu-raguan., karena ini adalah semuanya kegelapan. Karena orang
yang jahil, dia akan rancu dalam berfikir, mengira bahwa dalam ayat satu dengan
ayat lainnya terjadi kontradiksi, karena kejahilannya, kedangkalan ilmunya,
sehingga menganggap seolah-olah ada kontradiksi dalam firman Allāh Subhānahu wa
Ta'āla.
Karena
kedangkalan dalam masalah agama, menganggap seolah-olah ada kontradiksi antara
al-Qur'an dan hadits-hadits yang shohih, sehingga naudzubillah sampai akhirnya
menolak hadits yang shohih karena dianggap kontradiksi dengan al-Qur'an. Dan
ini adalah karena kejahilan, maka dia harus belajar. Karena kejahilannya ini
mengantarkan kepada kerancuan dalam berfikir. Justru mendewakan akalnya, tidak
tunduk terhadap dalil, tidak tunduk terhadap firman Allāh dan tidak tunduk
terhadap sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Karena
sejatinya kita diberi akal oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah terbatas, akan
mampu menjangkau pada hal-hal memang yang dimampuhi oleh akal ini, dan tidak
akan mampu menjangkau pada hal-hal yang memang akal tidak mampu. Sehingga kita
dibarengi dalam menuntut ilmu itu dengan kitabullah dan sunnah Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam. Karena akal ibarat mata dan mata tidak akan
mampu melihat tanpa cayaha, dan kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam adalah cahaya. Ilmu adalah cahaya, sehingga mata mampu
melihat karena ada pantulan cahaya, pantulan ilmu kitabullah dan sunnah
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, oleh karenanya Allāh Subhānahu wa
Ta'āla menamakan kitabnya al-Qur'an dengan nama Nuur, yaitu cahaya, karena
cahaya itu memberi petunjuk, menerangi dari kegelapan, dari kegelapan yang tadi
disebutkan oleh Syaikh yaitu kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam
berfikir dan kegelapan keragu-raguan.
Demikian
pula karena kegelapan keraguan, yaitu kegelapan karena kejahilannya dalam
masalah ilmu sehingga dia ragu, ragu dalam perkara akhirat, ragu dalam masalah
pahala, ragu dalam masalah benar, salah, ragu dalam masalah haq dan bathil. Hal
ini adalah karena kejahilannya, maka harus ditopang dengan ilmu yang shohih,
kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sesuai dengan
pemahaman sahabat, sesuai dengan pemahaman para salaful ummah. Mereka
orang-orang yang dididik langsung oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa
sallam, yang belajar langsung bersama guru yang terbaik Nabi Mahammad
shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikian
semoga berfaedah dan bermanfaat.
آخر
دعوانا أن الحمد الله ربّ العالمين
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
✏ Disalin oleh Tim Transkrip والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
➡️Madrasah Ahlussunnah Waljama'ah Li I'dad Du'at Desa Bener, Kec. Tengaran, Kab. Semarang
0 komentar:
Posting Komentar