Tazkiyatun-Nufus
Halaqoh #007
Bab 1: Ikhlas dan Mutaba'ah #6
🔗 Mutaba'ah Sunnah Rasul
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
Halaqoh #007
Bab 1: Ikhlas dan Mutaba'ah #6
🔗 Mutaba'ah Sunnah Rasul
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ
الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَثِيْرًا
طيّبًا مباركًا فيه كَمَا يحبّوا ربّنا ويرضى. و أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
Ikhwāni wa akhawāti fillāh rohimāni
wa rohimakumullāhu jamī’an, halaqoh hari ini adalah halaqoh yang ke tujuh, pada
poin ikhlas, di mana poin alif adalah membahas secara khusus tentang Ikhlas,
sekarang poin yang ba membahas tentang mutaba’atus-sunnah, mengikuti sunnah
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Mutaba’ah
berarti ‘ala wazni mufaa’alah (على وزن المفاعلة), mengikuti wazan (timbangan
shorof) mufaa’alah. Yaitu taaba’a - yutaabi’u - mutaaba’atan (تابع -
يتابع -متاعبة). Juga bermakna ittaba’a - yattabi’u - ittibaa’an ( اتبع - يتبع
-اتباعا) , ittiba’. Ittiba’ bi ma'na iqtida’ (اقتداء) meneladani, mencontoh,
mengikut sunnah-sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, baik ucapan,
perbuatan ataupun perkara-perkara yang didiamkan oleh Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam.
Berkata
Syaikh DR Ahmad Farid hafidzahullāhu, “Syarat yang kedua agar diterimanya amal
adalah agar amal tersebut muthoobiqon, sesuai dengan sunnah Nabi shallallāhu
'alayhi wa sallam”. Hal ini sesuai dengan hadits:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ
رَدٌّ قَالَ ابْنُ عِيسَى قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ صَنَعَ أَمْرًا عَلَى غَيْرِ أَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ.
Dari ‘Aisyah radhiyallāhu
Ta'ālā 'anhā, telah bersabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, “Barang
siapa yang mengada-adakan, membuat perkara baru dalam urusan kami (Islam), yang
bukan bagian dari agama ini, maka amalan tersebut tertolak”
Pada
riwayat yang lain, menurut Imam Muslim “Barang siapa yang beramal dengan suatu
amalan yang tidak di atas perintah kami, maka amalan tersebut tertolak”.
Hadits
ini adalah dasar dari dasar-dasar Islam. Sebagaimana hadits, bahwasanya, “amal
tergantung niat", itu menjadi timbangan, timbangan dalam amalan secara
bathin, maka hadits ini adalah timbangan bagi amalan secara lahir. Sebagaimana
setiap amalan yang tidak dimaksudkan dengan amal tersebut mengharap wajah Allāh
Subhānahu wa Ta'āla , pelakunya tidak mendapatkan pahala sama sekali, demikian
pula setiap amalan yang tidak sesuai dengan perintah Allah dan RosulNya, maka
amalan tersebut juga roddun ‘ala amilihi (رد على عامله), tertolak.
Artinya
bahwa amalan yang tidak ikhlas tidak diterima dan amalan yang
tidak mengikuti sunnah, yang tidak mencontoh Nabi shallallāhu
'alayhi wa sallam juga tertolak ( tidak diterima). Karena makna sabda
Nabi ليس علبه أمرنا "laisa ‘alaihi amruna", " tidak
di atas perkaranya kami", hal ini menunjukkan bahwa semua amalan dari
orang-orang yang beramal, semuanya harus seyogiyanya di bawah ketentuan
hukum-hukum syariah. Sehingga hukum-hukum syariah menjadi hakim penentu atas
amalan-amalan tersebut, baik berkaitan dengan perintah ataupun larangan-larangan.
Maka
barang siapa yang amalnya berjalan di bawah hukum-hukum syariah, sesuai dengan
hukum-hukum syariah, maka amalan itu maqbul/ diterima. Dan sebaliknya, barang
siapa yang amalannya keluar dari ketentuan itu, maka mardud/ tertolak.
Kemudian
Mu’allif (penulis) melanjutkan, menerangkan hal ini, Allah telah mewajibkan
atas kita untuk taat kepada RosulNya shallallāhu 'alayhi wa sallam, QS Al-Hasyr
ayat 7:
......وَمَا
آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.....(7)
Dan apa yang datang dari Rosul
kepada kalian, maka ambilah, dan apa yang Rosul larang bagi kalian, maka
tinggalkanlah.
Dan
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: QS Al-Ahzaab ayat 36.
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى الله وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ
يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ الله وَرَسُولَهُ
فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا(36)
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan
yang mukmin, apabila Allāh dan RosuluNya telah menetapkan suatu
ketetapan akan ada pilihan yang lain bagi mereka tentang urusan mereka, dan
barang siapa yang mendurhakai Allāh dan RosuluNya, maka sungguh dia telah
tersesat dengan kesesatan yang nyata.”
Artinya
orang yang tidak menerima ketentuan Allāh dan RosulNya, tidak beramal dengan
ikhlas, dan juga tidak ittiba' kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam, atau masih ada pilihan lain bagi mereka, masih mengikuti hawa, masih
mengikuti prasangka, masih mengikuti kira-kira, masih mengikuti perkataan orang
yang bertentangan dengan kitabuLLah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam, tidak meneladani Nabi, tidak mencontoh Nabi, maka sungguh dia telah
sesat yang nyata. Karena ucapan orang yang beriman apabila dipanggil maka akan
mengatakan sami’na wa atho’na ( kami dengar dan kami taat).
Allāh
Subhānahu wa Ta'āla telah menjadikan pengikut sunnah Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai bukti akan kecintaannya kepada Allāh
Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh
Subhānahu wa Ta'āla berfirman, QS Ali Imron ayat 31:
.....قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ الله فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ الله.....(31)
“Katakanlah Muhammad, jika kalian mencintai Allāh, maka ikutilah
aku, maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan mencintai kalian".
Berkata
Hasan Al-Basri, “Manusia mengaku mencintai Allāh Azza wajalla, lantas Allāh
menguji mereka dengan turunnya ayat ini, “Katakanlah Muhammad, jika kalian
betul-betul mencintai Allāh, maka ikutilan aku” yakni Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam, maka Allāh akan mencintai kalian.
Jadi
pertanda, bukti kalau seseorang itu mencintai Allāh, adalah mengikuti
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Bukti kalau seseorang itu mencintai,
mengagungkan dan memulyakan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka dia beramal sesuai
dengan petunjuk Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Sebagaimana
pula Nabi mewasiatkan untuk berpegang teguh dengan sunnahnya, dan juga sunnah
khulafaur-rasyidin, para khalifah-khalifah Rasyidin yang 4, Nabi shallallāhu
'alayhi wa sallam bersabda,:
.......
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian, yakni
sepeninggal Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka dia akan mendapatkan
ikhltilaf yang banyak, (perselisihan yang sangat banyak), maka solusinya kata
Nabi, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnah ku dan sunnah
khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah dengan gerahammu,
(bermakna pegang erat-erat), dan waspadalah kalian dari hal perkara-perkara
yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Imam Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Demikian pula hadits ini diriwayatkan
oleh Imam Darimi, Ibnu Majah dan Imam Baghowi.
Ittiba’
kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berarti kita mengikuti dan mencontoh
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam baik dalam keyakinan, ucapan maupun
perbuatan. Sehingga apa yang diyakini oleh Nabi juga diyakini oleh kita, apa
yang diucapkan oleh Nabi kita contoh pula, apa yang diperbuat oleh Nabi, kita
contoh pula. Sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam kaitannya
akidah, iman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, iman terhadap malaikat, iman
terhadap kitab-kitab Allāh Subhānahu wa Ta'āla, iman terhadap Rosul-rosul, iman
terhadap hari akhir, iman terhadap qodho dan qodar, maka keyakinan ini harus
dibangun di atas keyakinan yang diyakini oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa
sallam.
Bukan
semata-mata mendahulukan akal, sehingga yang tidak sesuai dengan akal justru
dimentahkan, dibuang jauh-jauh. Jangan sampai justru mengikuti dan mendewakan
hawa nafsu, sehingga yang tidak sesuai dengan keinginan atau hawa nafsunya
dimentahkan dan dibuang jauh-jauh. Karena berpegang teguh dengan sunnah Rosul
adalah satu-satunya jalan keselamatan. Ittiba’, berpegang teguh dengan sunnah
Rosul adalah satu-satunya jalan keselamatan.
Demikian
pula kita dalam berucap, selalu berusaha mengikuti dan meneladani Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam. Demikian pula di dalam berbuat, selalu berusaha
dan mengikuti yang diamalkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa
sallam. Jika ada amalan atau perbuatan yang meskipun itu sudah lazim
di masyarakat, sudah menjamur di tengah-tengah masyarakat, namun tidak
dicontohkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka jangan segan anda
mengatakan tidak, karena lebih baik anda dicampakkan dijauhkan dari masyarakat,
daripada anda dijauhkan dari surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Karena hakekatnya
tetap berpegang teguh dengan sunnah Nabi adalah kesuksesan, jalan keselamatan.
Hal ini sebagaimana perkataan Imam Zuhri, “Berpegang teguh dengan sunnah Nabi adalah keselamatan”. Karena sunnah itu ibarat perahu Nabi Nuh 'aliyissalam, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Imam Malik, “Sunnah itu ibarat perahunya Nuh 'aliyissalam, barang siapa yang naik, maka dia sukses, dia selamat dari petaka, dan barang siapa enggan, tidak naik perahu tersebut, maka dia binasa”.
Hal ini sebagaimana perkataan Imam Zuhri, “Berpegang teguh dengan sunnah Nabi adalah keselamatan”. Karena sunnah itu ibarat perahu Nabi Nuh 'aliyissalam, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Imam Malik, “Sunnah itu ibarat perahunya Nuh 'aliyissalam, barang siapa yang naik, maka dia sukses, dia selamat dari petaka, dan barang siapa enggan, tidak naik perahu tersebut, maka dia binasa”.
Kalau
anda bayangkan, pahami betul-betul perkataan Imam Malik ini, maka sangat bisa
dipahami, bahwa sunnah adalah seperti perahunya Nabi Nuh 'aliyissalam, dimana
tatkala itu terjadi banjir bandang yang begitu besar, air turun dari atas
langit, semua sumber-sumber air memancarkan air nya, sehingga bertemu dalam
suatu titik, dan menjadilah semuanya banjir seluruh jagat raya ini. Tidak ada
yang akan bisa selamat kecuali dengan menaiki perahunya Nabi Nuh 'aliyissalam.
Maka
demikianlan kita hidup pada zaman ini, tidak ada yang bisa menyelamatkan kita
dari semua fitnah shubhat ataupun fitnah syahwat. Fitnah shubhat, kerancuan
dalam berfikir, kecuali dengan kembali kepada sunnah Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam. Ibarat kita mengendarai atau numpak perahu Nabi Nuh
'aliyissalam, tidak ada jalan lain kecuali harus numpak perahu itu, tidak ada
jalan lain kecuali harus ittiba’ dengan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam.
Berkata
Sufyan, “Ucapan tidak diterima kecuali dengan amalan (dipraktekan), dan
perkataan dan perbuatan tidak akan istiqomah, tidak akan langgeng, kecuali
didasari dengan niat (niat yang shalihah), dan tidak akan istiqomah (tidak akan
lurus), perkataan, perbuatan dan niat, kecuali dengan mengikuti sunnah
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Perkataan
terakhir adalah perkataan Ibnu Syaudzab, “Sesungguhnya diantara nikmat
Allāh atas pemuda, yaitu apabila dia beribadah dengan diberi taufik
oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk mengikuti jalannya seorang ahli
sunnah, sehingga seorang ahli sunnah itu akan membawanya kepada sunnah. Ini
adalah termasuk nikmat yang begitu besar atas seorang pemuda. Terlebih kita
ketahui bahwa kebanyakan orang yang punya pemikiran terlalu banyak menyimpang
dari kitabuLLah dan sunnah Rasulullah adalah para pemuda, karena jauhnya mereka
dari pemahaman agama.
Maka
jalan sukses untuk kita beragama adalah untuk kembali kepada Dien ini, kembali
belajar ilmu syar’i, karena inilah satu-satu nya untuk kita lebih mengenal
agama Islam secara mendalam, sehingga hati kita semakin bersih dari segala
kotoran yang mengotorinya, hati kita semakin jernih karena ilmu sebagai penjaga
atas hati kita, yang menyinarinya, yang membersihkannya dan juga yang menangkis
segala virus, kotoran ataupun amal-amal yang bisa mengotorinya.
Demikian
semoga berfaedah dan bermanfaat.
والله
تعلى و أعلم بالصواب، و الحمد الله ربّ العالمين
ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
✏ Disalin oleh Tim Transkrip ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
➡️Madrasah Ahlussunnah Waljama'ah Li I'dad Du'at Desa Bener, Kec. Tengaran, Kab. Semarang
0 komentar:
Posting Komentar