Sabtu, 16 Mei 2015

Tazkiyatun Nufus Bab 4: 4 Racun Hati #9




🔊 Halaqoh 31
🔗Fudhulul Tho’am Bagian 2
👤Oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.


بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الْحَمْدَ ِللهِ حَمَدًا كَثِيْرًا طيّبًا مباركًا فيه، كما يحبّوْنَ ربّنا ويرضا. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، أَمَّا بَعْدُ
Ikhwani fiddin wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullah jami’an, pada halaqoh yang ketigapuluh satu ini melanjutkan kembali tentang racun hati yang ketiga yaitu fudhulul tho’am (berlebihan di dalam makan). Syeikh akan menjelaskan keadaan para nabi dan juga sahabatnya.
Beliau berkata "Adalah Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam dan para sahabatnya sering kali merasakan lapar. Hal itu terjadi meskipun karena memang tidak adanya makanan pada mereka namun hal itu tidak terjadi  kecuali karena Allah Subhanahu wata'ala tidaklah menghendaki kepada Rasulnya, demikian pula tidak menghendaki kepada para sahabatnya kecuali karena keadaan yang paling sempurna dan yang paling utama yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wata'ala atas Rasul Shalallahu alaihi wa salam.
Oleh karenanya Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma yang terkenal dengan orang yg sangat ingin meneladani Nabi Shalallahu alaihi wa salam, itu meniru nabi Shalallahu alaihi wa salam  dalam hal ini meskipun Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma punya kemampuan dalam hal makanan. Demikian pula orang sebelumnya yang telah meneladani Nabi Shalallahu alaihi wa salam dalam hal ini yaitu bapaknya Ibnu Umar (Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu), beliau juga mencontoh dan meneladani Nabi Shalallahu alaihi wa salam dalam hal ini yaitu sering lapar.
Bahkan dalam Riwayat dalam sebuah peperangan Nabi Shalallahu alaihi wa salam pernah didatangi oleh seseorang yang sedang merasakan lapar mengadukan pada Shalallahu alaihi wa salam karena lapar "Ya Rasulullah sungguh kami ini lapar.” Maka diperlihatkan kepada mereka perut Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam yang sedang diganjal dengan batu, subhanallah. mereka tidak lagi menuntut kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam akan makanan agar terhenti dari kelaparan mereka, justru mereka menangis karena melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam manusia yang paling mulia, yang paling dicintai Allah Subhanahu wata'ala saja harus menahan perutnya agar tidak terasa lapar dengan batu yang diikatkan kepada perutnya dan itu terjadi dalam sebuah peperangan yang dibutuhkan fisik yang kuat, mental yang kuat pemikiran yang matang untuk mengatur jihad,peperangan di jalan Allah Subhanahu wata'ala.
Namun demikian Allah Subhanahu wata'ala memilih RasulNya, memilih para Sahabatnya dalam kondisi seperti ini. Hal ini tidak lain adalah karena apapun yang Allah pilih pastilah yang terbaik buat Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam dan juga para Sahabatnya.
Juga diriwayatkan dari ibunda kaum mu’minin, Aisyah radhiallahuta’anha (semoga Allah meridhoinya) telah berkata “Tidak pernah keluarga Muhammad kenyang sejak datang ke Madinah dengan roti gandum selama tiga hari berturut-turut, sampai diambil ruhnya oleh Allah Subhanahu wata'ala.”
Bahkan dalam sebuah riwayat lain dikatakan "Tidak pernah kenyang keluarga Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam sejak datang ke Madinah dari roti gandum selama dua hari berturut-turut". (HR. Bukhori dan Muslim)
Dua hari berturut-turut tidak pernah kenyang, artinya berarti, kalau mungkin hari ini ada roti, besok belum tentu ada roti. Subhanallah.
Berkata Ibrahim bin Adham rahimahullah (semoga Allah merahmatinya), "Barangsiapa yang mampu menjaga perutnya, maka dia berarti menjaga agamanya, dan barangsiapa yang mampu menguasai rasa laparnya, maka dia akan mampu menguasai untuk memiliki akhlak yang shalihah. Karena sesungguhnya perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wata'ala itu jauh dari orang yang lapar, dan sangat dekat dari orang yang kekenyangan."
Ikhwah fiddin azzani rohimani wa rohimakumullah, oleh karenanya Nabi Shalallahu alaihi wa salam dalam mensifati kekayaan dunia, dalam mensifati kecukupan itu dengan bukan banyaknya makanan, bukan banyaknya harta, bukan dengan banyaknya pilihan makanan. TIDAK. Nabi Shalallahu alaihi wa salam mensifatinya dengan makanan pokok yang dimiliki seseorang pada hari itu, maka itu adalah dia telah memiliki dunia dan seisinya.
Nabi Shalallahu alaihi wa salam bersabda "Barangsiapa yang berpagi-pagi dalam kondisi aman di kediamsnnya, sehat badannya, punya makanan pokok untuk harinya maka seakan-akan dunia telah dikumpulkan baginya dari seluruh penjuru". Hadits ini hasan, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
Sehingga rasa lapar yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman justru akan mampu mengendalikan syahwat, menguatkan cara berfikir, menajamkan kepekaan hati, karena tatkala hati itu peka dia juga akan peka terhadap orang lain.
Bahwa di sana ada orang-orang yang juga sama-sama membutuhkan seperti dia, bahkan mungkin lebih sedih darinya merasakan kesedihan yang sama, hingga dia punya iba, punya rasa ingin menolong kepadanya.
Berbeda dengan orang-orang yang terbiasa dengan kekenyangan, terpenuhi seluruh kehidupannya, mapan seluruhnya maka dia mungkin sulit merasakan itu semua. Oleh karenanya tidaklah Allah Subhanahu wata'ala memilih untuk Nabinya kecuali yang terbaik agar beliau menjadi orang yang sangat perhatian kepada ummatnya.  Sehingga banyak dalam hadits sering mendapati bagaimana nasihat-nasihat Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam, perintah untuk menjaga anak-anak yatim, perintah untuk menjaga janda-janda, perintah untuk memelihara para fuqara, memberi makan pada mereka, hal ini adalah keutamaan dan bahkan dengan kita datang langsung kepada fuqara kepada masakin atau bahkan mengusap kepala anak yatim maka mampu melembutkan hati. Hati yang keras, hati yang kaku membatu akan lembut dengan mengusap anak yatim. Hal itu karena langsung merasakan sebagaimana yang mereka rasakan.
Ikhwah fiddin wa akhawat fillah rohimani wa rohimakumullah, maka inilah kebaikan dari sedikit makan dan sebaliknya  berarti kebanyakan makan, berlebihan di dalamnya maka akan menimbulkan keburukan yang bersebrangan dari kebaikan ini, Wallahuta’ala a'lam bishshowab.
هذا ما أقول لكم
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد الله ربّ العالمين
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  
✏Disalin oleh Tim Transkrip
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
📚Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jumat, 15 Mei 2015

:: Sedekah dihari ‪#‎Jumat‬ itu ISTIMEWA ::

Berikut ini keterangan ulama tentang keutamaan sedekah di hari #Jumat
Keterangan As-Syarbini – ulama Syafiiyah :
Dalam kitabnya al-Iqna fi Halli Alfadz Abi Syuja’, beliau menjelaskan tentang hari #Jumat. Beliau menyatakan tentang sedekah dihari tersebut :

[ ] ..."Dianjurkan memperbanyak sedekah dan beramal soleh di hari #Jumat atau malam #Jumat. Memperbanyak shalawat untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam di malam atau siang hari #Jumat. Berdasarkan hadits: “Sesungguhnya hari yang paling afdhal adalah hari jumat. Karena itu, perbanyaklah membaca shalawat untukku. Karena shalawat kalian diperlihatan kepadaku.” (al-Iqna’, 1/170)
Keterangan Ibnul Qoyim – Ulama Hambali :
Dalam kitabnya Zadul Ma’ad, beliau menyebutkan beberapa keistimewaan hari #Jumat :
[ ] ..."Keutamaan yang keduapuluh lima,
Bahwa sedekah di hari #Jumat memiliki keistimewaan khusus dibandingkan hari yang lain. Sedekah di hari #Jumat, dibandingkan dengan sedekah di hari yang lain, seperti perbandingan antara sedekah di bulan ramadhan dengan sedekah di selain ramadhan. Saya pernah melihat Syaikhul Islam rahimahullah, apabila beliau berangkat #Jumat an, beliau membawa apa yang ada di rumah, baik roti atau yang lainnya, dan beliau sedekahkan kepada orang di jalan diam-diam. Saya pernah mendengar beliau mengatakan : "Apabila Allah memerintahkan kita untuk bersedekah sebelum menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bersedekahlah sebelum menghadap Allah lebih afdhal dan lebih besar keutamaannya." (Zadul Ma’ad, 1/407)

NB : Jangan sampai lewatkan momen terbaik ini.

Program 100 DaQu

Untuk mewujudkan peradaban berbasis Qur’an, Daarul Qur’an mengajak masyarakat mensukseskan berbagai program inti dan pendukungnya.

Sebagai negara dengan pemeluk agama islam terbesar di dunia, Indonesia memiliki modal besar untuk menjadi Negeri Para Penghafal Al Qur’an.

Tetapi fakta dilapangan para penghafal Al Qur’an di Indonesia masih sangat sedikit. Sebuah hasil survei Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) Jakarta menyebutkan, 65 persen umat Islam di Indonesia buta aksara Al Qur’an. Sebanyak 35 persennya hanya bisa membaca Al Qur’an saja, sedangkan yang mampu membaca dengan benar hanya 20 persen.

Sementara itu survey yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) bersama Goethe Institute menunjukkan hasil yang sangat memprihatinkan. Survey yang dirilis pada 14 Juni 2011 mencatat kaum muda Muslim di sejumlah kota besar yang selalu membaca Al Qur’an hanya 10,8 persen, yang sering 27,5 persen, yang kadang-kadang 61,1 persen, dan yang tidak pernah 0,3 persen.

Membangun kesadaran untuk membaca sekaligus menghafal Al Qur’an inilah yang menjadi tantangan bagi Daarul Qur’an dalam mencapai targetnya. Maka memasuki tahun kedelapan ini Daarul Qur’an merilis program bertajuk It’s All about a Hundred.

Program ini nantinya akan terwujud dalam bentuk pembangunan 100 pesantren tahfidz di seluruh Indonesia, 1000 rumah Qur’an di 10 provinsi, 100 klinik Rumah Sakit Tipe D (tipe Pratama), 100 Jembatan Arrahman untuk desa terpencil, 100 Pasar daging, 100 pasar buah, 100 pasar sayur, dan 100 pasar pakaian, 100 area kuliner, 100 Bank mini berbasis Syari’ah dan ATM Center, 100 babershop, 100 pertokoan, 100 areal pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. 

Program ini bukanlah semata-mata dilihat dari segi fasilitas dan jumlah saja, akantetapi ini lebih kepada sebuah gerakan mulia membangun bangsa ini menuju generasi qur’ani. Cita-cita dan target besar mencetak penghafal al-Qur’an sebanyak-banyaknya membuat Daarul Qur’an menginisiasi program ini.

“Dalam setiap programnya Daarul Qur’an selalu memotivasi masyarakat untuk membaca, menghafal dan mengamalkan Al-Qur’an. Semoga lewat program it’s All about a hundred ini gerakan menghafal Al-Qur’an akan semakin massif,” ujar Tarmizi Ashidiq, Ketua Daarul Qur’an.

Lewat pembangunan 100 pesantren tahfidz, Daarul Qur’an ingin menguatkan gerakan menghafal Al-Qur’an di Indonesia melalui pendidikan formal. Nantinya, sebagaimana impian Ustadz Yusuf Mansur selaku pendiri Daarul Qur’an, tiap-tiap pesantren tidak akan menjadi institusi pendidikan belaka, melainkan akan juga ikut menggerakkan ekonomi kreatif lainnya.

Pesantren tahfidz Daarul Qur’an ini nantinya juga tidak hanya khusus bagi siswa yang berbayar melainkan program beasiswa pendidikan bagi para santri yang berprestasi.

Melanjutkan program kampung Qur’an di Merapi dan NTT. Daarul Qur’an kembali mencanangkan program 1000 rumah Qur’an. Lewat program ini Daarul Qur’an ingin membangun kawasan berbasis penghafal Al Qur’an melalui hunian sehat yang diberi nama Rumah Qur’an serta juga dibangun Saung Qur’an dan asrama tahfidz sebagai pusat pendidikan menghafal Qur’an. Nantinya 1000 rumah Qur’an akan dibangun di 10 provinsi.

Kemudian juga akan dibangun 100 Jembatan Arrahmah bagi desa terpencil. Program ini berangkat dari fakta banyaknya jembatan yang menjadi penghubung antar desa berada dalam kondisi menyedihkan. Padahal keberadaan jembatan ini sangat vital bagi masyarakat. Tidak hanya bagi anak-anak yang ingin ke sekolah Jembatan juga penting dalam proses membangun masyarakat dari desa dengan mempercepat roda ekonomi, pendidikan, peradaban dan memperluas penetrasi dakwah. Jembatan juga solusi untuk terwujudnya pemerataan pembangunan dan kemajuan masyarakat di pelosok untuk bisa mengakses kehidupan lebih maju.

Kemudian Daarul Qur’an melalui lembaga jejaringnya- -Daqu Agrotechno--mencoba menginisiasi program guna membiayai santri penghafal Al- Qur’an. Program tersebut adalah “Program 10 Ribu Hektar Pohon Sawit: Satu Pohon untuk Satu Santri Penghafal Al-Qur’an”.

Mengawali dream tersebut, dengan dukungan berbagai pihak, Daarul Qur’an melakukan pembebasan lahan seluas 1.000 hektar di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Pembebasan lahan ini ditandai dengan penandatanganan Surat Perjanjian Kerja Sama antara Koperasi Koperasi Primer Tani Karya Lestari dan Pesantren Daarul Qur’an.

Seiring dengan program 100 Pesantren, PPPA Daarul Qur’an lembaga nirlaba yang didirikan oleh Daarul Qur’an secara bersamaan mengembangkan program yang telah berjalan seperti pembinaan rumah-rumah tahfidz yang terus ditingkatkan kinerjanya, pengembangan klinik Daqu Sehat dan program lainnya yang telah berjalan.

Rabu, 01 April 2015

Makna Riyadhoh

TANYA: Assalamu’alaikum Wr Wb. Ustadz, katanya menghafal AlQur’an itu tidak terlalu sulit. Nah, bagaimana cara yang sistematis untuk bisa menghafal AlQur’an? Syukron

Nurbaity, Bogor.

JAWAB: Wa’alaikum Wr Wb. Kata Riyadhoh terambil dari kata Ar-Riyadhu, Ar-Raudhu semakna dengan At-Tamrin yang mengandung arti : latihan atau melatih diri.

Dalam riyadhoh, kita berlatih untuk membiasakan diri melaksanakan ibadah-ibadah mahdhoh (ritual) dan ghairu mahdhoh. Sehingga, kedua macam ibadah itu menjadi budaya hidup kita sehari-hari.

Berikut rincian riyadhoh dalam ibadah mahdhah :

Jaga Shalat Tahajjud 8 Rakaat + Witir 3 Rakaat.
Jaga Shalat Shubuh, Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. (Khusus soal shalat, terkandung di dalamnya menjaga berjamaah, di masjid, lengkap dengan qabliyah dan ba’diyahnya. Juga Sunnah Tahiyyatul Masjid, sebagai tanda kita datang sebelum waktunya adzan).
Jaga baca Surat Al Waaqi’ah sesudah shubuh atau sesudah ashar (boleh pilih).
Jaga Shalat Dhuha 6 Rakaat. Yang kuat, 12 rakaat.
Baca zikir usai shalat, plus bacaan Yaa Fattaah Yaa Rozzaaq 11x, plus ayat kursi, plus Surat Al Ikhlas 3x. Ini setiap usai shalat.
Khusus usai Shalat Subuh dan Ashar, ditambah 4 ayat terakhir Surah Al Hasyr.
Jaga setiap hari membaca 300x Laa hawla walaa quwwata illaa billaah. Boleh 100x. Dan boleh dibagi-bagi di 5 waktu shalat.
Jaga setiap hari baca Istighfar 100x.

Jaga setiap hari baca Subhaanallaahi wabihamdihi subhaanallaahil ‘adzhim 100x pagi dan 100x sore. (Boleh habis dhuha dan habis ashar/ jelang maghrib).
Jaga setiap hari baca Surat Yaasiin (bebas waktunya kapan saja, yang penting 1 hari 1x).
Tutup malam dengan shalat sunnah 2 rakaat; baca Al Kafirun di rakaat pertama, Al Ikhlas di rakaat kedua. Setelahnya baca salah satu dari As Sajdah, Al Mulk, atau Ar Rahman.
Salah satu kedahsyatan riyadhoh adalah kehebatan Sholat Dhuha. Hal ini diwasiatkan Nabi Muhammad SAW: “Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha), ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi dari Anas ra).

“Di setiap sendi seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lailahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan Allahu akbar) adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuha sebanding dengan pahala semua itu

“Di dalam tubuh manusia ada 360 sendi, yang atasnya masing- masing dia bersedekah, setiap sendi satu sedekah. Para sahabat bertanya : siapa yang sanggup melakukan itu ya rasulullah? Beliau berkata: menghilangkan dahak (kotoran) di masjid, atau membuang sesuatu yang mengganggu di jalan, maka bila tidak sanggup cukup diganti dengan dua raka’at shalat dhuha yang pahalanya serupa dengannya.

Kemudian bentuk riyadhoh yang lain adalah seperti yang dikemukakan Ustadz Yusuf Mansur, yaitu menghindari dari, atau bertaubat atas 10 dosa besar :

Syirik
Meninggalkan Shalat
Durhaka Kepada Orang Tua
Zina
Rizqy Haram
Mabok
Memutus Silaturrahim
Bohong (nuduh zina, saksi palsu, bohong)
Kikir
Ghibah

Selasa, 03 Maret 2015

TAZKIYATUN-NUFUS Halaqoh #008



TAZKIYATUN-NUFUS
Halaqoh #008
Bab 2: Keutamaan Ilmu dan Ulama #1
🔗Keutamaan Ilmu bagian 1
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
الْحَمْدُ ِللهِ وَالصَّلاَةُ  وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ  وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِالْهُدَى إِلىَ يَوْمِ القيامة، أَمَّا بَعْدُ:
Ikhwani wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullahu jami’an, alhamdulillah, pada halaqoh yang ke delapan ini   in Syā Allāh Ta'āla  kita masuk pada bab yang kedua, bab Keutamaan Ilmu dan Ulama.
Pada bab ini tentu akan diterangkan tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan para ulama.
Berkata Syaikh DR Akhmad Farid, "Apakah itu Ilmu ? Ilmu adalah yang tegak diatas dalil. Dan ilmu yang dimaksud adalah ilmu Al-Qur'an dan Sunnah yang dipahami dengan pemahaman salaful ummah".
Karena sejatinya ilmu adalah firman Allāh, sabda Rosulullah dan juga perkataan para sahabat. Tiga hal inilah yang menjadi rujukan di dalam kita mencari ilmu syar'i yang harus kita pelajari.
Adapun tentang keutamaannya, berkata Syaikh, "Disebutkan dalam al-Qur'an, diantaranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla: QS Al-Mujaadalah ayat 11:
.......يَرْفَعِ الله الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.......
"Niscaya Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat".
Setelah Allāh Subhānahu wa Ta'āla melihat hati hamba-hambanya, kemudian Allāh memilih diantara hambaNya untuk beriman, karena hati mereka siap untuk mendapatkan iman, hidayah, Allāh tinggikan mereka derajatnya.  Dan diantara orang-orang yang beriman Allāh pilih kembali untuk menjadi orang-orang yang berilmu, mengemban agama ini. Sehingga menjadi orang yang berilmu adalah pilihan, kebaikan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dalam ayat yang lain juga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan tentang keutamaan orang yang berilmu ini: QS Azzumar ayat 9
.......قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ.......
"Katakanlah, apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ?"
Tentu jawabannya adalah tidak sama, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Karena sangat bisa dipahami bahwa sangat berbeda antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Hal ini sebagaimana yang  dituturkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam :
........ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ .........
"Keutamaan orang yang berilmu diatas ahli ibadah, seperti keutamaanku diatas orang yang rendahan diantara kalian, yakni para sahabat".
Tentu ini adalah kemuliaan, dan ini adalah kedudukan yang mulia. Bagaimana tidak ?, Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, sampai Nabi mengatakan kedudukannya seperti kemuliaannya diatas ahli ibadah, seperti kemuliaan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, diatas orang yang rendahan diantara para sahabat.
Adapun dalam berita riwayat yang shohih, akan keutamaan ilmu, diantaranya sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
..........وَمَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barang siapa yang Allāh kehendaki kepadanya kebaikan, maka Allāh akan pahamkan ia agama".
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim).
Jadi orang yang paham terhadap die/ faqih, faqih dalam artian: dia faqqih mengetahui hukum-hukum fiqih, mengetahui ahkamusy-syariah. Atau faqqih dalam arti lebih dari ini. Sebagaimana ucapan Abu Darda:
من فقه العبد أن يعلم نزغات الشيطان آنى تأتيه
"Diantara kedalaman pemahaman seorang hamba, adalah mengetahui bisikan-bisikan syaiton, kapanpun datangnya".
Ini dikatakan oleh sahabat yang mulia Abu Darda  radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu sebagai kedalaman pemahaman seorang hamba dalam agamanya. Sehingga fiqih fiddin, kaitannya dengan fiqih ahkamusy-syariah, hukum-hukum syariah juga yang lainnya. Itu juga dikatakan sebagai faqih.
Kalau kita simak hadits yang pertama tadi, "Barang siapa yang Allāh menghendaki kebaikan baginya, maka Allāh akan fahamkan ia agama". Ini sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Bin Baz rahimahullāhu Ta'āla , beliau mengatakan:
الذي لا يتعلم ولا يتفقه ما أراد الله به خيرا
"Orang yang tidak belajar dan tidak mau menuntut ilmu, tidak mau bertafaqquh fiddin, berarti dia tidak diinginkan kebaikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Diantara keutamaan ilmu yang lainnya, sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
......... مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
"Barang siapa yang meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allāh akan mudahkan baginya jalan menuju surga".
(HR. Muslim dan yang lainnya.)
Makna meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu, disebutkan oleh Syaikh itu ada dua:
a). Meniti jalan dalam arti haqiqi, yaitu berjalan kaki menuju ke majelis-majelis orang-orang yang berilmu.
b). Meniti jalan dalam arti maknawiyah yang mengantarkan kepada dasar-dasar ilmu, seperti menghapal dan mempelajarinya.
Dan diantara makna "maka Allāh mudahkan baginya jalan menuju surga" adalah, Allāh Subhānahu wa Ta'āla memudahkan baginya ilmu yang dia tuntut, sehingga dia menempuh jalannya dan Allāh mudahkan baginya, karena sesungguhnya ilmu adalah jalan menuju surga.
Adakah penuntut ilmu, sehingga dia akan ditolong atasnya. Dengan ilmunya ia akan ditolong menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Keutamaan yang begitu besar, bagi orang-orang yang berilmu, bagi orang-orang yang menuntut ilmu, karena dengan ilmunya dia berjalan menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Makna yang kedua, jalan menuju surga pada hari kiamat, yaitu sirath, baik sebelum sirath ataupun sesudah sirath. Dan ilmu itu mengantarkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla melalui jalan yang terdekat. Maka barang siapa yang meniti jalan menuntut ilmu, maka ia akan sampai kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, akan sampai pula ke surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla, melalui jalan yang terdekat.
Ilmu juga adalah petunjuk yang menunjuki manusia, yang menunjuki orang yang menuntut ilmu tadi, yang mempelajarinya, yang menkajinya di dalam kegelapan jahil, kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam berfikir atau syubhat, dan kegelapan keragu-raguan., karena ini adalah semuanya kegelapan. Karena orang yang jahil, dia akan rancu dalam berfikir, mengira bahwa dalam ayat satu dengan ayat lainnya terjadi kontradiksi, karena kejahilannya, kedangkalan ilmunya, sehingga menganggap seolah-olah ada kontradiksi dalam firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Karena kedangkalan dalam masalah agama, menganggap seolah-olah ada kontradiksi antara al-Qur'an dan hadits-hadits yang shohih, sehingga naudzubillah sampai akhirnya menolak hadits yang shohih karena dianggap kontradiksi dengan al-Qur'an. Dan ini adalah karena kejahilan, maka dia harus belajar. Karena kejahilannya ini mengantarkan kepada kerancuan dalam berfikir. Justru mendewakan akalnya, tidak tunduk terhadap dalil, tidak tunduk terhadap firman Allāh dan tidak tunduk terhadap sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Karena sejatinya kita diberi akal oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah terbatas, akan mampu menjangkau pada hal-hal memang yang dimampuhi oleh akal ini, dan tidak akan mampu menjangkau pada hal-hal yang memang akal tidak mampu. Sehingga kita dibarengi dalam menuntut ilmu itu dengan kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Karena akal ibarat mata dan mata tidak akan mampu melihat tanpa cayaha, dan kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah cahaya. Ilmu adalah cahaya, sehingga mata mampu melihat karena ada pantulan cahaya, pantulan ilmu kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menamakan kitabnya al-Qur'an dengan nama Nuur, yaitu cahaya, karena cahaya itu memberi petunjuk, menerangi dari kegelapan, dari kegelapan yang tadi disebutkan oleh Syaikh yaitu kegelapan kebodohan, kegelapan kerancuan dalam berfikir dan kegelapan keragu-raguan.
Demikian pula karena kegelapan keraguan, yaitu kegelapan karena kejahilannya dalam masalah ilmu sehingga dia ragu, ragu dalam perkara akhirat, ragu dalam masalah pahala, ragu dalam masalah benar, salah, ragu dalam masalah haq dan bathil. Hal ini adalah karena kejahilannya, maka harus ditopang dengan ilmu yang shohih, kitabullah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sesuai dengan pemahaman sahabat, sesuai dengan pemahaman para salaful ummah. Mereka orang-orang yang dididik langsung oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, yang belajar langsung bersama guru yang terbaik Nabi Mahammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikian semoga berfaedah dan bermanfaat.
آخر دعوانا أن الحمد الله ربّ العالمين
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  
Disalin oleh Tim Transkrip
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
️Madrasah Ahlussunnah Waljama'ah Li I'dad Du'at Desa Bener, Kec. Tengaran, Kab. Semarang

Tazkiyatun-Nufus Halaqoh #007



Tazkiyatun-Nufus
Halaqoh #007
Bab 1: Ikhlas dan Mutaba'ah #6
🔗 Mutaba'ah Sunnah Rasul
Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طيّبًا مباركًا فيه كَمَا يحبّوا ربّنا ويرضى. و أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ  وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
Ikhwāni wa akhawāti fillāh rohimāni wa rohimakumullāhu jamī’an, halaqoh hari ini adalah halaqoh yang ke tujuh, pada poin ikhlas, di mana poin alif adalah membahas secara khusus tentang Ikhlas, sekarang poin yang ba membahas tentang mutaba’atus-sunnah, mengikuti sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Mutaba’ah berarti ‘ala wazni mufaa’alah (على وزن المفاعلة), mengikuti wazan (timbangan shorof)  mufaa’alah. Yaitu taaba’a - yutaabi’u - mutaaba’atan (تابع - يتابع -متاعبة). Juga bermakna ittaba’a - yattabi’u - ittibaa’an ( اتبع - يتبع -اتباعا) , ittiba’. Ittiba’ bi ma'na iqtida’ (اقتداء) meneladani, mencontoh, mengikut sunnah-sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, baik ucapan, perbuatan ataupun perkara-perkara yang didiamkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Berkata Syaikh DR Ahmad Farid hafidzahullāhu, “Syarat yang kedua agar diterimanya amal adalah agar amal tersebut muthoobiqon, sesuai dengan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam”. Hal ini sesuai dengan hadits:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ قَالَ ابْنُ عِيسَى قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَنَعَ أَمْرًا عَلَى غَيْرِ أَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ.
Dari ‘Aisyah  radhiyallāhu Ta'ālā 'anhā, telah bersabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, “Barang siapa yang mengada-adakan, membuat perkara baru dalam urusan kami (Islam), yang bukan bagian dari agama ini, maka amalan tersebut tertolak”
Pada riwayat yang lain, menurut Imam Muslim “Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami, maka amalan tersebut tertolak”.
Hadits ini adalah dasar dari dasar-dasar Islam. Sebagaimana hadits, bahwasanya, “amal tergantung niat", itu menjadi timbangan, timbangan dalam amalan secara bathin, maka hadits ini adalah timbangan bagi amalan secara lahir. Sebagaimana setiap amalan yang tidak dimaksudkan dengan amal tersebut mengharap wajah Allāh Subhānahu wa Ta'āla , pelakunya tidak mendapatkan pahala sama sekali, demikian pula setiap amalan yang tidak sesuai dengan perintah Allah dan RosulNya, maka amalan tersebut juga roddun ‘ala amilihi (رد على عامله), tertolak.
Artinya bahwa amalan yang tidak ikhlas tidak diterima dan amalan yang tidak  mengikuti sunnah, yang tidak mencontoh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga tertolak ( tidak diterima). Karena makna sabda Nabi  ليس علبه أمرنا "laisa ‘alaihi amruna", " tidak di atas perkaranya kami", hal ini menunjukkan bahwa semua amalan dari orang-orang yang beramal, semuanya harus seyogiyanya di bawah ketentuan hukum-hukum syariah. Sehingga hukum-hukum syariah menjadi hakim penentu atas amalan-amalan tersebut, baik berkaitan dengan perintah ataupun larangan-larangan.
Maka barang siapa yang amalnya berjalan di bawah hukum-hukum syariah, sesuai dengan hukum-hukum syariah, maka amalan itu maqbul/ diterima. Dan sebaliknya, barang siapa yang amalannya keluar dari ketentuan itu, maka mardud/ tertolak.
Kemudian Mu’allif (penulis) melanjutkan, menerangkan hal ini, Allah telah mewajibkan atas kita untuk taat kepada RosulNya shallallāhu 'alayhi wa sallam, QS Al-Hasyr ayat 7:
......وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.....(7)
Dan apa yang datang dari Rosul kepada kalian, maka ambilah, dan apa yang Rosul larang bagi kalian, maka tinggalkanlah.
Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman: QS Al-Ahzaab ayat 36.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى الله وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا(36)
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allāh dan RosuluNya telah  menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan yang lain bagi mereka tentang urusan mereka, dan barang siapa yang mendurhakai Allāh dan RosuluNya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.”
Artinya orang yang tidak menerima ketentuan Allāh dan RosulNya, tidak beramal dengan ikhlas, dan juga  tidak ittiba' kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, atau masih ada pilihan lain bagi mereka, masih mengikuti hawa, masih mengikuti prasangka, masih mengikuti kira-kira, masih mengikuti perkataan orang yang bertentangan dengan kitabuLLah dan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak meneladani Nabi, tidak mencontoh Nabi, maka sungguh dia telah sesat yang nyata. Karena ucapan orang yang beriman apabila dipanggil maka akan mengatakan sami’na wa atho’na ( kami dengar dan kami taat).  
Allāh Subhānahu wa Ta'āla  telah menjadikan pengikut sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai bukti akan kecintaannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman,  QS Ali Imron ayat 31:
.....قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ الله فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ الله.....(31)
“Katakanlah Muhammad, jika kalian mencintai Allāh, maka ikutilah aku, maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla  akan mencintai kalian".
Berkata Hasan Al-Basri, “Manusia mengaku mencintai Allāh Azza wajalla, lantas Allāh menguji mereka dengan turunnya ayat ini, “Katakanlah Muhammad, jika kalian betul-betul mencintai Allāh, maka ikutilan aku” yakni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka Allāh akan mencintai kalian.
Jadi pertanda, bukti kalau seseorang itu mencintai Allāh, adalah mengikuti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Bukti kalau seseorang itu mencintai, mengagungkan dan memulyakan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka dia beramal sesuai dengan petunjuk Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Sebagaimana pula Nabi mewasiatkan untuk berpegang teguh dengan sunnahnya, dan juga sunnah khulafaur-rasyidin, para khalifah-khalifah Rasyidin yang 4, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda,:
....... فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian, yakni sepeninggal Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka dia akan mendapatkan ikhltilaf yang banyak, (perselisihan yang sangat banyak), maka solusinya kata Nabi, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnah ku dan sunnah khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah dengan gerahammu, (bermakna pegang erat-erat), dan waspadalah kalian dari hal perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Demikian pula hadits ini diriwayatkan oleh Imam Darimi, Ibnu Majah dan Imam Baghowi.
Ittiba’ kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berarti kita mengikuti dan mencontoh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam baik dalam keyakinan, ucapan maupun perbuatan. Sehingga apa yang diyakini oleh Nabi juga diyakini oleh kita, apa yang diucapkan oleh Nabi kita contoh pula, apa yang diperbuat oleh Nabi, kita contoh pula. Sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam kaitannya akidah, iman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, iman terhadap malaikat, iman terhadap kitab-kitab Allāh Subhānahu wa Ta'āla, iman terhadap Rosul-rosul, iman terhadap hari akhir, iman terhadap qodho dan qodar, maka keyakinan ini harus dibangun di atas keyakinan yang diyakini oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Bukan semata-mata mendahulukan akal, sehingga yang tidak sesuai dengan akal justru dimentahkan, dibuang jauh-jauh. Jangan sampai justru mengikuti dan mendewakan hawa nafsu, sehingga yang tidak sesuai dengan keinginan atau hawa nafsunya dimentahkan dan dibuang jauh-jauh. Karena berpegang teguh dengan sunnah Rosul adalah satu-satunya jalan keselamatan. Ittiba’, berpegang teguh dengan sunnah Rosul  adalah satu-satunya jalan keselamatan.
Demikian pula kita dalam berucap, selalu berusaha mengikuti dan meneladani Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Demikian pula di dalam berbuat, selalu berusaha dan mengikuti yang diamalkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.  Jika ada amalan atau perbuatan yang meskipun itu sudah lazim di masyarakat, sudah menjamur di tengah-tengah masyarakat, namun tidak dicontohkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka jangan segan anda mengatakan tidak, karena lebih baik anda dicampakkan dijauhkan dari masyarakat, daripada anda dijauhkan dari surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Karena hakekatnya tetap berpegang teguh dengan sunnah Nabi adalah kesuksesan, jalan keselamatan.

Hal ini sebagaimana perkataan Imam Zuhri, “Berpegang teguh dengan sunnah Nabi adalah keselamatan”. Karena sunnah itu ibarat perahu Nabi Nuh 'aliyissalam, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Imam Malik, “Sunnah itu ibarat perahunya Nuh 'aliyissalam, barang siapa yang naik, maka dia sukses, dia selamat dari petaka, dan barang siapa enggan, tidak naik perahu tersebut, maka dia binasa”.
Kalau anda bayangkan, pahami betul-betul perkataan Imam Malik ini, maka sangat bisa dipahami, bahwa sunnah adalah seperti perahunya Nabi Nuh 'aliyissalam, dimana tatkala itu terjadi banjir bandang yang begitu besar, air turun dari atas langit, semua sumber-sumber air memancarkan air nya, sehingga bertemu dalam suatu titik, dan menjadilah semuanya banjir seluruh jagat raya ini. Tidak ada yang akan bisa selamat kecuali dengan menaiki perahunya Nabi Nuh 'aliyissalam.
Maka demikianlan kita hidup pada zaman ini, tidak ada yang bisa menyelamatkan kita dari semua fitnah shubhat ataupun fitnah syahwat. Fitnah shubhat, kerancuan dalam berfikir, kecuali dengan kembali kepada sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Ibarat kita mengendarai atau numpak perahu Nabi Nuh 'aliyissalam, tidak ada jalan lain kecuali harus numpak perahu itu, tidak ada jalan lain kecuali harus ittiba’ dengan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Berkata Sufyan, “Ucapan tidak diterima kecuali dengan amalan (dipraktekan), dan perkataan dan perbuatan tidak akan istiqomah, tidak akan langgeng, kecuali didasari dengan niat (niat yang shalihah), dan tidak akan istiqomah (tidak akan lurus), perkataan, perbuatan dan niat, kecuali dengan mengikuti sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Perkataan terakhir adalah perkataan Ibnu Syaudzab, “Sesungguhnya diantara nikmat Allāh  atas pemuda, yaitu apabila dia beribadah dengan diberi taufik oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla  untuk mengikuti jalannya seorang ahli sunnah, sehingga seorang ahli sunnah itu akan membawanya kepada sunnah. Ini adalah termasuk nikmat yang begitu besar atas seorang pemuda. Terlebih kita ketahui bahwa kebanyakan orang yang punya pemikiran terlalu banyak menyimpang dari kitabuLLah dan sunnah Rasulullah adalah para pemuda, karena jauhnya mereka dari pemahaman agama.
Maka jalan sukses untuk kita beragama adalah untuk kembali kepada Dien ini, kembali belajar ilmu syar’i, karena inilah satu-satu nya untuk kita lebih mengenal agama Islam secara mendalam, sehingga hati kita semakin bersih dari segala kotoran yang mengotorinya, hati kita semakin jernih karena ilmu sebagai penjaga atas hati kita, yang menyinarinya, yang membersihkannya dan juga yang menangkis segala virus, kotoran ataupun amal-amal yang bisa mengotorinya.
Demikian semoga berfaedah dan bermanfaat.
والله تعلى و أعلم بالصواب، و الحمد الله ربّ العالمين
ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  
Disalin oleh Tim Transkrip
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
️Madrasah Ahlussunnah Waljama'ah Li I'dad Du'at Desa Bener, Kec. Tengaran, Kab. Semarang