Senin, 05 Desember 2011

DOA UNTUK MELUNASI HUTANG

Assalamu Alaikum Wr Wb
Allahumma Shalli Ala Sayyidina Muhammad Wa Ala Ali Sayyidina Muhammad #Shalawat

***  ***


Hutang dalam banyak keadaan merupakan penderitaan dan tekanan hidup tersendiri, terlebih bagi orang-orang yang kurang mampu. Nabi SAW sendiri dalam banyak kesempatan berlindung kepada Allah dari belitan hutang.

Hutang adalah tanggungan harta di pundak orang yang meminjam kepada pihak yang memberi pinjaman. Sebagai hak sesama hamba, hutang memiliki konsekuensi yang berat di dunia dan akhirat. Jika seseorang memiliki hutang kepada orang lain, maka ia wajib membayar lunas hutang tersebut.

Seandainya seseorang yang memiliki hutang meninggal dunia, namun hutang-hutangnya belum dibayarkan secara lunas, maka hutang itu akan tetap menjadi tanggungan dirinya di alam kubur dan alam akhirat. " Segala dosa diampuni atas diri orang yang mati syahid, kecuali hutang. " Sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : " Jika seorang laki-laki yang meninggal dan memiliki hutang dibawa kepada Rasulullah SAW, maka beliau bertanya, " Apakah ia meninggilkan harta yang bisa untuk melunasi hutangnya ? "

Jika beliau diberitahu bahwa orang yang meninggal itu memiliki harta untuk melunasi hutangnya, maka beliau akan menshalatkan jenazahnya. Adapun jika beliau diberitahu bahwa orang yang meninggal itu tidak memiliki harta untuk melunasi hutangnya, maka beliau bersabda, " Hendaklah kalian menshalatkan jenazah sahabat kalian ini ! "

Rasululullah SAW telah mengajarkan beberapa doa agar seseorang mendapat kemudahan dari Allah Ta’ala untuk melunasi hutang-hutangnya. Berikut ini di antaranya.

Doa Pertama

Dari Abu Wail berkata : " Ada seorang (budak) laki-laki datang kepada Ali bin Abi Thalib r.a dan berkata, " Wahai amirul mukminin, saya tidak mampu melunasi uang syarat pembebasan saya, maka bantulah saya ! "

Mendengar hal itu, Ali bin Abi Thalib berkata, " Maukah engkau apabila aku ajarkan kepadamu beberapa patah kata yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepadaku. Dengan beberapa patah kata itu, seandainya engkau memiliki hutang sebesar gunung Shir niscaya Allah akan membayarkan hutangmu.

Bacalah :

اللهُمَّ اكْفِنِي بِحَلالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

" Ya Allah, cukupilah aku dengan rizki-Mu yang halal sehingga aku terhindar dari rizki yang haram dan perkayalah aku dengan karunia-Mu sehingga aku tidak meminta kepada selain-Mu."
(HR. Tirmidzi no. 3563, Ahmad no. 1319 dan Al-Hakim no. 1973)

Doa Kedua

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: " Nabi SAW berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ، وَالعَجْزِ وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ

" Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegalauan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, kepengecutan dan kekikiran, belitan hutang dan penindasan orang." (HR. Bukhari no. 6369)

Doa ketiga

Dari Aisyah r.a bahwasanya Rasulullah SAW berdoa dalam shalatnya :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا، وَفِتْنَةِ المَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ المَأْثَمِ وَالمَغْرَمِ

" Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al-Masih Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan hutang. "

Aisyah bertanya, " Wahai Rasulullah, Anda sering sekali berlindung dari hutang. "

Maka beliau menjawab, " Jika seseorang telah berhutang, maka jika berbicara niscaya ia (bisa) berkata dusta dan jika berjanji niscaya ia bisa mengingkari." (HR. Bukhari no. 832 dan Muslim no. 589)

Semoga Allah melindungi kita dari jeratan hutang dan semoga Allah memberi kita kemampuan untuk melunasi hutang kita saat kita terjerat oleh hutang. Wallahu a’lam bish-shawab.

Minggu, 04 Desember 2011

HIKMAH SEDEKAH DAN LOGIKA GAJI BULANAN

Saya menduga ia berasal dari kelas sosial terpandang dan mapan. Karena penampilannya rapih, menarik dan wajah yang tampan. Namun tidak seperti yang saya duga, Mas Ajy berasal dari keluarga yang pas-pasan. Jauh dari mapan. Sungguh kontras kenyataan hidup yang dialaminya dengan sikap hidup yang dijalaninya. Sangat jelas saya lihat dan saya pahami dari beberapa kali perbincangan yang kami bangun.

Satu kali kami bicara tentang penghasilan sebagai guru. Bertukar informasi dan memperbandingkan nasib kami satu dengan yang lain, satu sekolah dengan sekolah lainnya. Kami bercerita tentang dapur kami masing-masing. Hampir tidak ada perbedaan mencolok. Kami sama-sama bernasib "guru" yang katanya pahlawan tanpa tanda jasa. Yang membedakan sangat mencolok antara saya dan Mas Ajy adalah sikap hidupnya yang amat berbudi. Darinya saya tahu hakikat nilai di balik materi.

Penghasilannya sebulan sebagai guru kontrak tidak logis untuk membiayai seorang isteri dan dua orang putra-putrinya. Dia juga masih memiliki tanggungan seorang adik yang harus dihantarkannya hingga selesai SMA. Sering pula Mas Ajy menggenapi belanja kedua ibu bapaknya yang tak lagi berpenghasilan. Menurutnya, hitungan matematika gajinya barulah bisa mencukupi untuk hidup sederhana apabila gajinya dikalikan 3 kali dari jumlah yang diterimanya.

"Tapi, hidup kita tidak seluruhnya matematika dan angka-angka. Ada dimensi non matematis dan di luar angka-angka logis."

"Maksud Mas Ajy gimana, aku nggak ngerti?"

"Ya, kalau kita hanya tertuju pada gaji, kita akan menjadi orang pelit. Individualis. Bahkan bisa jadi tamak, loba. Karena berapapun sebenarnya nilai gaji setiap orang, dia tidak akan pernah merasa cukup. Lalu dia akan berkata, bagaimana mau sedekah, untuk kita saja kurang."

"Kenyataannya memang begitu kan Mas?", kata saya mengiayakan. "Mana mungkin dengan gaji sebesar itu, kita bisa hidup tenang, bisa sedekah. Bisa berbagi." Saya mencoba menegaskan pernyataan awalnya.

"Ya, karena kita masih menggunakan pola pikir matematis. Cobalah keluar dari medium itu. Oke, sakarang jawab pertanyaan saya. Kita punya uang sepuluh ribu. Makan bakso enam ribu. Es campur tiga ribu. Yang seribu kita berikan pada pengemis, berapa sisa uang kita?"

"Tidak ada. Habis." jawab saya spontan.

"Tapi saya jawab masih ada. Kita masih memiliki sisa seribu rupiah. Dan seribu rupiah itu abadi. Bahkan memancing rezeki yang tidak terduga."

Saya mencoba mencerna lebih dalam penjelasannya. Saya agak tercenung pada jawaban pasti yang dilontarkannya. Bagaimana mungkin masih tersisa uang seribu rupiah? Dari mana sisanya?

"Mas, bagaimana bisa. Uang yang terakhir seribu rupiah itu, kan sudah diberikan pada pengemis ", saya tak sabar untuk mendapat jawabannya.

"Ya memang habis, karena kita masih memakai logika matematis. Tapi cobalah tinggalkan pola pikir itu dan beralihlah pada logika sedekah. Uang yang seribu itu dinikmati pengemis. Jangan salah, bisa jadi puluhan lontaran doa’ keberkahan untuk kita keluar dari mulut pengemis itu atas pemberian kita. Itu baru satu pengemis. Bagaimana jika kita memberikannya lebih. Itu dicatat malaikat dan didengar Allah. Itu menjadi sedekah kita pada Allah dan menjadi penolong di akhirat. Sesungguhnya yang seribu itulah milik kita. Yang abadi. Sementara nilai bakso dan es campur itu, ujung-ujungnya masuk WC."

Subhanallah. Saya hanya terpaku mendapat jawaban yang dilontarkannya. Sebegitu dalam penghayatannya atas sedekah melalui contoh kecil yang hidup di tengah-tengah kita yang sering terlupakan. Sedekah memang berat. Sedekah menurutnya hanya sanggup dilakukan oleh orang yang telah merasa cukup, bukan orang kaya. Orang yang berlimpah harta tapi tidak mau sedekah, hakikatnya sebagai orang miskin sebab ia merasa masih kurang serta sayang untuk memberi dan berbagi.

Penekanan arti keberkahan sedekah diutarakannya lebih panjang melalui pola hubungan anak dan orang tua. Dalam obrolannya, Mas Ajy seperti ingin menggarisbawahi, bahwa berapapun nilai yang kita keluarkan untuk mencukupi kebutuhan orang tua, belum bisa membayar lunas jasa-jasanya. Air susunya, dekapannya, buaiannya, kecupan sayangnya dan sejagat haru biru perasaanya. Tetapi di saat bersamaan, semakin banyak nilai yang dibayar untuk itu, Allah akan menggantinya berlipat-lipat.

“Terus, gimana caranya Mas, agar bisa menyeimbangkan nilai metematis dengan dimensi sedekah itu?”.

“Pertama, ingat, sedekah tidak akan membuat orang jadi miskin, tapi sebaliknya menjadikan ia kaya. Kedua, jangan terikat dengan keterbatasan gaji, tapi percayalah pada keluasan rizki. Ketiga, lihatlah ke bawah, jangan lihat ke atas. Dan yang terakhir, padukanlah nilai qona’ah, ridha dan syukur”. Saya semakin tertegun

Dalam hati kecil, saya meraba semua garis hidup yang telah saya habiskan. Terlalu jauh jarak saya dengan Mas Ajy. Terlalu kerdil selama ini pandangan saya tentang materi. Ada keterbungkaman yang lama saya rasakan di dada. Seolah-oleh semua penjelasan yang dilontarkannya menutup rapat egoisme kecongkakan saya dan membukakan perlahan-lahan kesadaran batin yang telah lama diabaikan. Ya Allah saya mendapatkan satu untai mutiara melalui pertemuan ini. Saya ingin segera pulang dan mencari butir-butir mutiara lain yang masih berserak dan belum sempat saya kumpulkan.

Abdul Mutaqin

SEBELUM TERLAMBAT

Assalamu Alaikum Wr Wb
Allahumma Shalli Ala Sayyidina Muhammad Wa Ala Ali Sayyidina Muhammad #Shalawat


Ada sahabat yang bertanya, saya tidak pernah menyakiti orang, kenapa saya masih disakiti orang lain? Atau kenapa saya yang rajin ibadahnya, lebih banyak susahnya ketimbang mereka yang tidak ibadah?

Sahabat, Allah itu Maha Penyayang, itulah salah satu hikmah adanya hari akhir, dimana Allah akan menyempurnakan balasan setiap kejadian yang terjadi didunia, nanti, di akhirat.

Sebagai manusia hidup yang bakalannya mati, kematian harus sering diingat dan diingatkan. Sebab kematian adalah awal dari kehidupan baru, di mana segala yang terjadi di masa hidup, akan dipertanggungjawabkan.

Sayangnya, banyak yang lalai dan tidak mempersiapkan bekal sebaik-baiknya untuk kehidupan barunya nanti. Kebanyakan orang lebih mementingkan bagaimana cara meraih hidup baik dan sukses daripada cara mati yang baik dan sukses.

Dan jangan sampai kejadiannya seperti Fir’aun. Setelah akan ditenggelamkan, baru mau mengingat Allah. Akhirnya terlambat. Untuk itu, selagi kita kaya, ingat Allah. Selagi kita sehat, buru-buru kita mendekat kepada Allah.

Untuk itu, belajar tentang kematian adalah justru belajar bagaimana mengubah hidup menjadi lebih bermakna dan lebih indah.